Minggu, 01 Mei 2016

Pilot Abdul Rozaq Mengenang Pramugari yang Terlempar keluar (tewas) Saat GA421 Mendarat

Posted on  by  in 

Jakarta – Kapten pilot Abdul Rozaq menghitung jumlah penumpang dan kru setelah pesawat Boeing 737-300 Garuda Indonesia GA421 mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, 16 Januari 2002. Ternyata ada 1 pramugari yang hilang, Santi Anggraeni. Tak ada firasat sebelumnya, selain Santi sempat menyinggung tentang pulang kampung.
Pada 15 Januari 2002, sebelum pesawat berangkat dengan rute Jakarta-Yogyakarta-Surabaya-Mataram, pilot Abdul Rozaq sempat berbincang-bincang dengan pramugari Santi.
“Tidak sedikitpun ada firasat apa-apa. Almarhumah Santi Anggraeni sempat mengatakan, pulang dari Mataram ingin pulang kampung. Kampungnya itu di Yogyakarta kalau tidak salah. Ternyata, benar-benar ‘pulang kampung’, tidak ada firasat. Ternyata ‘pulang kampung’ beneran,” kenang pilot Rozaq saat ditemui di rumahnya, Komplek Garuda, Cipondoh, Tangerang, Jumat (16/12015), tepat 13 tahun pendaratan darurat GA421 di Sungai Bengawan Solo.
Tak disangka, ucapan Santi bak firasat setelah pendaratan darurat GA421 terjadi pada keesokan harinya, 16 Januari 2002. Santi yang duduk di bagian belakang pesawat terhisap keluar dan terlempar jauh.
“Dia duduk di belakang. Begitu tail atau ekor pesawat menyentuh batu besar, itu ternyata adalah tempat duduk 2 pramugari. Karena ada bagian pesawat yang terbuka karena menyentuh batu besar itu, mereka tersedot keluar. Satu terlempar jauh, satunya terlempar tidak jauh. Yang terlempar jauh, tidak tertolong,” kenang Rozaq.
Bagian ekor pesawat yang terantuk batu membuat lubang terbuka di bagian bawah pesawat, yang efeknya seperti balon yang pecah. Perbedaan tekanan di dalam kabin bertekanan tinggi dan di luar kabin bisa menimbulkan efek penyedotan seperti alat vaccum yang dahsyat. Tak ayal, seragam Santi saat ditemukan sudah terlucuti semua.
“Yang saya tidak habis pikir, 2 pramugari terlempar keluar. Yang selamat itu stocking dan dalamannya terlepas kena pressure itu. Yang terlempar jauh itu uniform-nya (baju seragam) hilang semua. Ternyata setelah terlempar dari luar pesawat yang pecah seperti balon, uniform-nya terlucuti semua. Pada saat malam, ada kabar bahwa ada orang tidak berseragam ditemukan, dipertanyakan, apakah ini pramugari atau penumpang. Karena sama sekali tak ada tanda untuk mengidentifikasi,” tuturnya.
Pilot Abdul Rozaq Mengenang Pramugari yang Mangkat Saat GA421 MendaratPilot Abdul Rozaq (Foto: Nograhany WK/detikcom)

Kapten pilot Abdul Rozaq menghitung jumlah penumpang dan kru setelah pesawat Boeing 737-300 Garuda Indonesia GA 421 mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, 16 Januari 2002. Ternyata ada 1 pramugari yang hilang, Santi Anggraeni. Tak ada firasat sebelumnya, selain Santi sempat menyinggung tentang pulang kampung.

Pada 15 Januari 2002, sebelum pesawat berangkat dengan rute Jakarta-Yogyakarta-Surabaya-Mataram, pilot Abdul Rozaq sempat berbincang-bincang dengan pramugari Santi. 

"Tidak sedikit pun ada firasat apa-apa. Almarhumah Santi Anggraeni sempat mengatakan, pulang dari Mataram ingin pulang kampung. Kampungnya itu di Yogyakarta kalau tidak salah. Ternyata, benar-benar 'pulang kampung', tidak ada firasat. Ternyata 'pulang kampung' beneran," kenang pilot Rozaq saat ditemui di rumahnya, Komplek Garuda, Cipondoh, Tangerang, Jumat (16/1/2015), tepat 13 tahun pendaratan darurat GA 421 di Sungai Bengawan Solo.
 
Tak disangka, ucapan Santi bak firasat setelah pendaratan darurat GA 421 terjadi pada keesokan harinya, 16 Januari 2002. Santi yang duduk di bagian belakang pesawat terhisap keluar dan terlempar jauh. 

"Dia duduk di belakang. Begitu tail atau ekor pesawat menyentuh batu besar, itu ternyata adalah tempat duduk 2 pramugari. Karena ada bagian pesawat yang terbuka karena menyentuh batu besar itu, mereka tersedot keluar. Satu terlempar jauh, satunya terlempar tidak jauh. Yang terlempar jauh, tidak tertolong," kenang Rozaq. 

Bagian ekor pesawat yang terantuk batu membuat lubang terbuka di bagian bawah pesawat, yang efeknya seperti balon yang pecah. Perbedaan tekanan di dalam kabin bertekanan tinggi dan di luar kabin bisa menimbulkan efek penyedotan seperti alat vaccum yang dahsyat. Tak ayal, seragam Santi saat ditemukan sudah terlucuti semua.
 
"Yang saya tidak habis pikir, 2 pramugari terlempar keluar. Yang selamat itustocking dan dalamannya terlepas kena pressure itu. Yang terlempar jauh itu uniform-nya (baju seragam) hilang semua. Ternyata setelah terlempar dari luar pesawat yang pecah seperti balon, uniform-nya terlucuti semua. Pada saat malam, ada kabar bahwa ada orang tidak berseragam ditemukan, dipertanyakan, apakah ini pramugari atau penumpang. Karena sama sekali tak ada tanda untuk mengidentifikasi," tuturnya. 



(Foto: KNKT)

"Jadi perbedaan pressure itu, di kabin dan di dalam, menyebabkan uniformpramugari terbuka semua.Tapi saya tidak tahu dia terlempar berapa jauh, juga karena sudah kebawa arus," imbuhnya.

Pramugari Santi Anggraeni, menjadi satu-satunya korban tewas dalam kecelakaan ini dari 54 penumpang, 4 pramugara-pramugari serta pilot dan kopilot. Saat mangkat dalam tugas, usianya 25 tahun dan hendak berencana melangsungkan pernikahan. 

"Kapan pun, di mana pun kalau sudah waktunya meninggal sudah tak bisa mengelak lagi. Sedikit pun tidak akan mundur," kata pilot Rozaq mengenang hikmah di balik peristiwa ini. 

Setelah pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo itu, pilot Rozaq juga harus berjuang melawan diri sendiri untuk menaklukkan trauma menerbangkan pesawat. 

Kisah Garuda GA421 Di Bengawan Solo - Sigapnya Warga Desa Serenan dan Rumah yang Berjasa dalam Evakuasi GA421

Sigapnya Warga Desa Serenan dan Rumah yang Berjasa dalam Evakuasi GA421
Rumah kosong tempat evakuasi penumpang. Gambar kiri diambil tahun 2002 (Foto via Pilot Abdul Rozaq) dan gambar kanan diambil hari ini (Foto: Muchus Budi R/detikcom)

Solo -
Kecelakaan pesawat Garuda di Bengawan Solo menyisakan cerita dan kenangan mendalam, khususnya bagi warga RT 9 RW 4, Desa Serenan, Juwiring, Klaten. Mereka adalah orang yang pertama kali datang dan membantu para penumpang pesawat yang jatuh di sungai, timur rumah mereka.

Umar, saat itu adalah ketua RW setempat. Rumah miliknya paling dekat dengan lokasi, hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai. Rumah dua lantai itu memang hanya digunakannya untuk gudang mebel sebelum dipasarkan. Lokasi jatuhnya pesawat memang merupakan kawasan sentra industri mebel dan kerajinan kayu.

"Kami segera datang ke lokasi setelah melihat pesawat jatuh. Kami segera memberikan pertolongan. Seluruh penumpang kami bawa ke pinggir sungai. Setelah dikumpulkan di rumah gudang milik saya ini. Selanjutnya semua dikirim ke Solo untuk mendapatkan perawatan, karena sebagian besar mengalami luka meskipun luka ringan," ujarnya.



Foto atas diambil tahun 2002 (Foto: via Pilot Abdul Rozaq) dan foto bawah, anggota SAR UNS Ari Kristyono menunjukkan lokasi pesawat saat mendarat diambil hari ini (Foto: Muchus Budi R/detikcom)

Umar juga memaparkan semua penumpang saat itu masih berada di dalam pesawat. Sedangkan seorang pramugari terpental dari pesawat dalam kondisi luka, terseret arus sungai. Pramugari tersebut berhasil ditolong dan selanjutnya dibawa ke rumah Umar dan dibawa ke Solo untuk dirawat.



Di antara kedua jembatan ini pesawat GA421 mendarat darurat. Foto atas diambil kapten pilot Abdul Rozaq tahun 2002 lalu dan foto bawah diambil hari ini (Foto: Muchus Budi R/detikcom)

Sedangkan seorang pramugari lainnya, ditemukan sekitar 1,5 km dari lokasi jatuh pesawat sudah dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Pramugari yang belakangan diketahui bernama Santi Anggraeni itu ditemukan oleh seorang pemancing di Desa Sidowarno pada Rabu (16/1/2002) sore.

"Pramugari itu ditemukan sudah dalam kondisi meninggal dan hanya mengenakan pakaian dalam. Mungkin seluruh pakaiannya terlepas saat tersedot keluar an terlempar dari badan pesawat," ujar Umar.

Rumah Umar itu masih berjasa untuk tahapan operasi selanjutnya. Tim SAR dan para penyelam Kopaska menggunakan rumah tersebut sebagai posko hingga operasi selesai.

Kini rumah tersebut tidak hanya digunakan sebagai gudang, namun juga digunakan untuk produksi mebel oleh Umar.

Pihak Garuda juga tidak begitu saja melupakan budi baik warga sekitar atas kejadian kecelakaan yang menimpa pesawatnya. Di desa itu, Garuda juga melakukan pengerasan jalan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat.



(Foto: Muchus Budi R/detikcom)

Garuda membangunkan sebuah gedung serba-guna untuk warga, dan membangun sebuah fasilitas reservoir untuk pengadaan air bersih bagi warga.



(Foto: Muchus Budi R/detikcom)

Presiden Memberikan Penghargaan kepada Kru Boeing 737


Liputan6.com, Jakarta: Presiden Megawati Sukarnoputri, Rabu (13/2), memberi penghargaan kepada kru pesawat Boeing 737-300 milik Garuda Airlines. Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat bernomor penerbangan GA 421 itu mendarat darurat di anak Sungai Bengawan Solo, Klaten, Jawa Tengah, 16 Januari silam. Dalam pendaratan darurat itu, semua penumpang selamat. Namun, seorang pramugari tewas [baca: Pesawat Garuda Mendarat Darurat di Bengawan Solo]

Kru pesawat Boeing 737-300 yang menghadap Presiden Megawati diwakili enam orang awak dengan dipimpin Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Rudy A. Hardiono. Di antara para awak pesawat terlihat pula pilot Kapten Abdul Rozak serta kopilot Hariyadi Gunawan. Dalam pertemuan itu, mereka menjelaskan kembali kejadian saat pesawat terpaksa mendarat darurat. 

Seusai pertemuan, Rudy mengungkapkan, pemberian penghargaan secara resmi baru akan dilakukan akhir bulan depan. Dikemukakan pula bahwa recovery operational crisis management pascakecelakaan masih terus dilakukan. Kegiatan tersebut adalah penanganan penumpang, bangkai pesawat serta investigasi penyebab kecelakaan. 
Kendati demikian, Rudy belum dapat memastikan biaya yang harus dikeluarkan Garuda. Hal yang dapat diperkirakan hanyalah harga pesawat jenis Boeing 737-300 yang sekitar US$ 40 juta.(Olivia Rosalia dan Hendro Wahyudi).

http://news.liputan6.com/read/29071/presiden-memberikan-penghargaan-kepada-kru-boeing-737

Hikmah Tersembunyi Pasca GA421 Mendarat di Sungai Bengawan Solo

105300_garudaga421knkt2

Jakarta – Setelah berhasil mendaratkan pesawat Boeing 737-300 Garuda IndonesiaGA421 di atas Sungai Bengawan Solo pada 16 Januari 2002 lalu, pilot Abdul Rozaq langsung membantu evakuasi penumpang. Aneka reaksi penumpang dan kru, serta hikmah tersembunyi didapati pilot Rozaq setelah berada di daratan.
“Banyak kejadian di luar akal manusia. Kenapa harus di situ, kenapa harus berputar. Ternyata, di situ ada rumah kosong. Cukup luas, tapi belum jadi. Rumah itu jadi tempat evakuasi penumpang,” tutur pilot Abdul Rozaq saat ditemui detikcom di rumahnya yang asri, di Komplek Garuda, Cipondoh, Tangerang, Banten, Jumat (16/1/2015) lalu, tepat 13 tahun peristiwa pendaratan darurat GA421.
Rumah kosong tempat evakuasi penumpang (Foto: via Pilot Abdul Rozaq)

Rozaq juga mendapati bahwa di lokasi pendaratan darurat, yang belakangan diketahui di Dusun Serenan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah itu ada tempat kerajinan mebel. Tempat kerajinan mebel itu memiliki 2 mobil, yang saat itu tersedia karena tak ada mebel yang diantar.
“Sehingga ada 2 mobil kosong yang siap mengantarkan penumpang ke rumah sakit,” jelas dia.
Tak cuma itu, di Desa Serenan itu ternyata satu-satunya desa yang memiliki saluran telepon. Sehingga komunikasi dalam keadaan darurat itu bisa dengan mudah dilakukan. Hikmah lainnya, lokasi pendaratan darurat pesawat GA421 itu sangat tepat. Kontur sungainya berada di kontur yang datar. Sementara, kontur sungai itu seperti gunung.
“Kemudian diceritakan Paska yang mencari kotak hitam itu, ternyata kondisi sungainya itu seperti gunung. Jadi tempat saya mendaratkan pesawat itu bagian yang datar di atas. Bila mendaratkan sebelumnya, itu dalam, setelahnya juga. Kalau mendaratkan sebelum bagian itu kemungkinan semua mati, setelahnya juga, kemungkinan semua mati,” kenang Rozaq yang saat ditemui memakai kaos berkerah warna merah bata.
Di desa itu pula, tiba-tiba ada seseorang yang menyapa sang kopilot, Haryadi Gunawan. Mulanya, mereka tak habis pikir di tempat ini ada saja yang mengenal kopilot. Usut punya usut, seseorang yang menyapa kopilot dengan sebutan ‘Pak Hary’ ini adalah tetangga Haryadi di Bekasi.
“Karena sudah kenal dengan kopilotnya, kita malah dijamu oleh penduduk desa itu,” tutur Rozaq.
Belum habis keheranannya, dirinya juga bingung mengapa saat melakukan pendaratan darurat itu, kemudi pesawat yang dipegangnya sangat enteng.
Padahal, biasanya kemudi pesawat itu terasa berat.
Pilot Abdul Rozaq kala ditemui di rumahnya (Foto: Nograhany WK/detikcom)
Pilot Abdul Rozaq kala ditemui di rumahnya (Foto: Nograhany WK/detikcom)

“Saya juga tidak percaya kok saya bisa ya (mendaratkan pesawat di sungai). Saya sendiri bertanya-tanya, tadinya saya tidak mengerti dan ingin mengulang peristiwa itu melalui simulator. Bisa tidak sebetulnya? Cuma saya tidak utarakan. Saya heran, kok enteng (setir pesawatnya),” tuturnya.
Belakangan, penjelasan ilmiah mengenai ringannya setir pesawat itu ditemukan Rozaq. Ternyata, kemudi pesawat yang ringan itu karena mesin pesawat terkena angin yang kemudian memutar mesin itu sedikit hingga menggerakkan sistem hidrolik.
“Mesin yang kena angin itu bisa menggerakkan hidrolik dan akhirnya pengaruh ke steering pesawat. Angin memutar mesin sedikit, kemudian
menggerakkan hidrolik,” demikian jelasnya.
Kembali ke sesaat setelah pendaratan darurat terjadi, tak ada penumpang atau kru yang berani keluar dari badan pesawat. Namun, penduduk setempat meneriaki untuk keluar saja karena ketinggian airnya mencapai sepinggul. Akhirnya dirinya beserta kru kabin keluar dan benar, kedalamannya cukup dangkal. Pramugara senior Tuhu Wasono pun berteriak “Evacuate! Evacuate!”.
Pilot Rozaq, kopilot Haryadi beranjak ke kabin ikut membantu evakuasi penumpang. Bahkan penduduk desa menghampiri pesawat dan ikut mengevakuasi penumpang.
“Setelah terevakuasi semua, tangan saya gemetar. Saya tidak tahu saya harus berkomunikasi dengan apa. Saya ambil HP saya, kemudian saya tidak tahu mau pencet nomor siapa. Kemudian saya tawarkan HP saya pada pramugari, yang ternyata dia bahkan tidak ingat namanya siapa. Akhirnya saya telepon kantor. Yang terima kebetulan Chief saya,” kata Rozaq.
Rozaq lantas mengabarkan ke atasannya bahwa pesawatnya mengalami kondisi darurat. Setelah tanya-tanya penduduk desa, diketahui lokasi
pendaratannya di Desa Serenan, Juwiring, Klaten, 15 km dari Solo.
“Kantor kemudian kontak ke stasiun Yogyakarta dan Solo untuk mencari. Saya komunikasi terus, sehingga cepat ditemukan,” kenang dia.
Setelah situasi cukup tenang, Rozaq menyaksikan reaksi beberapa penumpang. Saat briefing darurat, tampaknya ada yang tidak mendengar briefing itu sehingga tidak merasakan bahwa pesawat meluncur darurat di atas sungai.
“Ada yang merasa ‘Tahu-tahu kaki saya kok basah ya’. Ada juga 1 penumpang dari Italia, dia masih bimbang, tidak tahu masih hidup atau tidak. Dia bilang, ‘Tolong tonjok saya’ pada warga desa. Akhirnya ditonjok beneran, dan merasakan sakit hingga akhirnya sadar dia masih hidup,” tuturnya.
Ada pula penumpang yang begitu pendaratan darurat dilakukan, langsung pingsan. Setelah siuman di rumah sakit, penumpang itu bertanya-tanya, ada kejadian apa hingga dirinya dirawat di rumah sakit.
54 Penumpang selamat, menurut Rozaq, 90% -nya adalah dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang saat itu hendak menghadiri muktamar di
Yogyakarta. Namun demikian, pendaratan darurat itu bukan tidak memakan korban.
“Setelah terevakuasi semua, saya hitung. Ada satu pramugari saya tidak ada. Saya masuk lagi, cari ke dalam kabin, ke kokpit, satu pramugari saya itu tidak ada. Cuma satu pramugari saya itu yang tidak ada,” tuturnya pelan.

http://news.lewatmana.com/hikmah-tersembunyi-pasca-ga421-mendarat-di-sungai-bengawan-solo/